Perkembangan teknologi radio di negara maju yang demikian pesatnya sehingga memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk melakukan kegiatan dalam bidang telekomunikasi menggunakan teknologi radio. Banyak penemuan baru peralatan komunikasi radio mulai dari yang sederhana hingga yang canggih dengan band frekuensi yang bermacam-macam ukuran dan kelas emisinya, di antaranya adalah penemuan alat komunikasi radio dengan band frekuensi 26,965-27,405 MHz.
Band frekuensi ini masuk dalam kategori band High Frequency (HF ) yang memiliki sifat khusus yang sekaligus menjadi kelebihannya yaitu perambatan gelombang radio pada jarak dekat merambat langsung dan pada jarak tertentu memantul melalui ionosphere, sehingga dapat menjangkau jarak yang sangat jauh dengan catu daya kecil, meskipun sangat dipengaruhi kondisi cuaca dan iklim serta waktu siang atau malam, kualitas audio pada jarak dekat sangat baik, namun pada jarak jauh kualitas audionya mengandung noise internal yang tinggi dan tidak stabil, karena sifat kurang baiknya menjadikan band frekuensi ini tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan profit governmental maupun komersial.
II. RADIO CB MASUK KE INDONESIA
Kelebihan dari band frekuensi HF ini sangat digemari oleh para pemakainya kerana dianggap sangat memasyarakat bahkan band frekuensi ini menjadi populer dengan sebutan Citizen Band (CB), alat komunikasi radio yang menggunakan band frekuensi ini menjadi popular dengan nama Radio Citizen Band dan kebanyakan digunakan oleh masyarakat umum untuk berkomunikasi dalam berbagai keperluan.
Pada tahun 1958 Penggemar alat komunikasi radio CB di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, serta Jepang merupakan kelompok masyarakat exclusive karena di antara mereka dapat berkomunikasi, saling tukar informasi dan bersahabat tanpa mengenal batas negara, perbedaan etnis, bangsa dan agama dengan membentuk klub-klub penggemar alat komunikasi radio CB membentuk suatu komunitas yang dikelola oleh suatu badan yang bernama Federal Communications Commision/FCC, jadi di antara mereka telah mengawali pola globalisasi dalam tata pergaulan internasional.
Di Amerika Serikat penggunaan alat komunikasi radio CB pada waktu itu sangat dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi truk karena secara geografis negara Amerika Serikat memungkinkan untuk itu, mengingat jarak antar negara bagian relatif jauh. Sehingga untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa kantuk maka para pengemudi truk tersebut memanfaatkan sarana komunikasi ini untuk saling tukar informasi mengenai kondisi lalu lintas, cuaca, berita gawat darurat (emergency) dan lain-lain.
Hal tersebut sangat dimungkinkan karena pancaran gelombang alat komunikasi radio CB dapat menjangkau jarak antar negara yang sangat berjauhan. Lagi pula di negara-negara maju banyak yang menganut tata nilai yang memberi kebebasan hak individu serta telah adanya peraturan penyelenggaraan komunikasi radio kepada perorangan, sehingga penggunaan alat komunikasi radio CB menjadi sangat populer di masyarakat dengan kondisi yang demikian dapat mendorong produsen elektronika di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang memproduksi perangkat komunikasi radio CB secara besar-besaran karena dalam hal ini berlaku hukum ekonomi dengan adanya proses supply and demand ( penawaran dan permintaan ).
Kondisi yang digambarkan di atas terjadi pada era sebelum tahun tujuh puluhan ketika alat komunikasi radio CB merupakan salah satu produk teknologi canggih (pada masanya) yang banyak memberikan kemudahan, dan kesan “prestisius” serta modern bagi pemakainya yang rerata berasal dari kalangan kelas menengah ke atas baik dari kalangan remaja maupun orang tua (old crack) yang berjiwa muda dan trendy. Sehingga penyebaran alat komunikasi radio CB saat itu sangat pesat dan merambah hingga keberbagai penjuru dunia.
Pada saat itu alat komunikasi radio CB juga masuk ke Indonesia namun tidak ada satu pun yang mengetahui siapa yang pertama kali membawa masuk alat komunikasi radio CB ke Indonesia. Karena alat komunikasi radio CB masuk ke Indonesia kebanyakan dibawa oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dari luar negeri sebagai oleh-oleh atau souvenir, serta dengan cara-cara lain yang illegal karena tidak melewati prosedur impor barang sebagaimana yang lazim dilakukan.
Impact-nya, keberadaan alat komunikasi radio CB di Indonesia tidak terkendali dan sangat sulit untuk mendatanya, lagi pula pemerintah saat itu belum mengatur secara khusus (regulasi) penggunaan alat komunikasi radio CB, padahal dalam kenyataannya pemilik alat komunikasi radio CB saat itu sudah demikian banyak dan tersebar diberbagai kota besar di Indonesia.
Meskipun para pengguna alat komunikasi radio CB hanya menggunakan perangkatnya untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi sekaligus menjalin persahabatan dengan berbagai kalangan pengguna Radio CB; namun, kemungkinan timbulnya dampak negatif dari penggunaan sarana komunikasi yang tidak terkendali pastilah ada, misalnya terganggunya sistem komunikasi lain yang telah ada dan sah, atau kemungkinan digunakan untuk tindakan kriminal bahkan mungkin tindakan yang mengancam keamanan negara.
III. RADIO CB, DAMPAK DAN ANTISIPASINYA
Kekhawatiran akan timbulnya dampak negatif pada keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB mulai dirasakan, hal demikian dapat dimaklumi karena alat komunikasi radio merupakan sarana telekomunikasi yang praktis, ekonomis, strategis serta terbuka dan bisa diakses oleh siapapun bagi pengguna radio CB, sehingga bisa saja terjadi penyalahgunaan radio CB tersebut yang tentunya akan sangat berbahaya bagi keamanan negara; terlebih lagi jika alat ini jatuh ke tangan yang salah dan atau orang yang tidak bertangungjawab; sehingga keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB yang tidak terkendali dengan baik akan berpotensi menimbulkan hal-hak yang tidak diinginkan serta dapat merugikan.
Hal tersebut mendorong adanya tindakan dari pemerintah yang bersifat antisipatif, yakni dengan melakukan penertiban terhadap pengguna alat komunikasi radio CB yang tidak sah; meskipun saat itu belum ada peraturan dan ketentuan dalam penggunaan alat komunikasi radio CB. Tindakan penertiban, dengan merazia, menyita serta manangkap (sweeping) pengguna alat komunikasi radio CB yang telah dilakukan pemerintah ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah, karena meskipun berulang kali diadakan penertiban namun keberadaan dan kegiatan mereka masih tetap dan bahkan semakin bertambah. Ini menunjukkan bahwa kehadiran alat komunikasi radio CB sudah menjadi tuntutan/kebutuhan masyarakat. Dari kenyataan yang demikian pada akhirnya pemerintah baru menyadari bahwa membendung arus masuknya alat komunikasi radio CB tidaklah semudah yang dibayangkan dan satu-satunya “solusi” yang dianggap dapat menyelesaikan masalah ini adalah dengan cara me-legal-kan penggunaan alat komunikasi radio CB di Indonesia.
IV. KRAP, LOGO DAN LAHIRNYA RAPI
Awalnya, pada tahun 1980 sampai 1993, RAPI mempunyai Logo bertuliskan KRAP (Komunikasi Radio Antar Penduduk), pada saat itu RAPI hanya diijinkan mengudara pada Frekuensi 11 meter band yang diistilahkan saat itu dengan nama KRAP. Dan setelah dikeluarkannya SK Dirjen Postel Nomor 92 tahun 1994 tentang penyelenggaraan KRAP, RAPI diizinkan bekerja pada 2 meter band, Sehingga logo RAPI pun ikut diganti dengan logo yang bertulisan RAPI (seperti yang ada sekarang).
Semenjak tahun 1958 di Amerika Serikat pemakaian KRAP secara resmi dilegalisir yang dikoordinir oleh Badan Federal Comunications Commission (FCC). Di Amerika, KRAP telah begitu memasyarakat sehingga beberapa instansi secara resmi aktif ikut terjun didalamnya, diantaranya Kepolisian, SAR, Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Kecelakaan ataupun instansi strategis lainnya. Instansi-instansi ini selalu memonitor pada suatu jalur tertentu (sekarang menggunakan jalur 9) yang disebut “jalur Gawat Darurat” atau disebut juga “Emergency Channel” apabila terdengar berita yang sifatnya meminta bantuan, maka instansi yang bersangkutan siap membantunya.
Tindakan penertiban oleh pemerintah terhadap keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB diawali dari Jakarta sebagai Ibukota Negara. Dalam penertiban ini ditunjuk sebagai pelaksana operasi adalah Garnisun Ibukota yang saat itu di-Komandani oleh Brigjen TNI Eddy Marzuki Nalapraya-JZ09AAA, yang selanjutnya pernah menjabat Ketua Umum RAPI Pusat periode tahun 1980 – 2000, dan diusulkan oleh peserta MUNAS IV di Denpasar-Bali tahun 2000 untuk ditetapkan sebagai Bapak RAPI dan selanjutnya dikukuhkan sebagai Bapak RAPI berdasarkan hasil Munas ke-V Tahun 2005 di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Dari kegiatan penertiban ini diketahui suatu kenyataan bahwa keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB yang berhasil terjaring jumlahnya sangat banyak dan eksistensinya tersebar diseluruh wilayah Ibukota – ini baru di Ibukota Negara belum yang ada di kota-kota besar diseluruh Indonesia – jadi mereka merupakan kelompok masyarakat penggemar alat komunikasi radio CB, yang mempunyai kepentingan serta kebutuhan yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah.
Kebutuhan mendasar yang dimaksud adalah adanya keinginan berserikat di antara mereka dan kepentingannya adalah dalam bentuk kebebasan melakukan kegiatan untuk berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia melalui komunikasi radio. Dengan menginginkan penggunaan peralatan radio dengan band frekuensi 26,965 – 27,405 MHz, dimasukkan ke dalam sistem Telekomunikasi Nasional. Berawal dari sini terjadi dialog antara pemerintah dan masyarakat penggemar alat komunikasi radio CB yang menyangkut keberadaan dan kepentingan kedua belah pihak. Dari dialog ini diketahui beberapa fakta yang sangat penting dari eksistensi mereka yaitu :
Pertama : Kegiatan mereka dalam menggunakan alat komunikasi radio CB hanya merupakan kegiatan hobby berkomunikasi dengan radio guna menjalin persahabatan antar mereka; dan hal ini merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang positif karena pada gilirannya akan dapat memperkokoh rasa persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Kedua : Mereka berasal dari berbagai latar belakang sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sangat jelas dan baik, di antaranya pemuda, pelajar dan mahasiswa, ada pengusaha, pedagang, pegawai negeri dan swasta, juga banyak yang berstatus sarjana dari berbagai disiplin ilmu bahkan banyak juga dari kalangan anggota TNI (dulu ABRI), sehingga sudah tidak diragukan lagi loyalitas dan dedikasi mereka terhadap bangsa dan negara.
Ketiga : Mereka mempunyai keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesempatan dan pengakuan atas keberadaannya dan meminta hak untuk menggunakan alat komunikasi radio CB secara sah, sebagai konsekuensinya akan memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Keempat : Keberadaan kelompok penggemar alat komunikasi radio CB tidak hanya di Jakarta saja namun sudah tersebar diberbagai kota besar diseluruh Indonesia bahkan hingga ke pelosok-pelosok kawasan pemukiman penduduk.
Dari keempat aspek penting tersebut di atas dapat dinilai dan disepakati bahwa : Keberadaan para penggemar alat komunikasi radio CB merupakan aset tersendiri yang perlu dibina dan diarahkan untuk kepentingan yang lebih luas terutama dalam hal menggalang persatuan dan kesatuan bangsa; hal ini merupakan salah satu tujuan penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia.
Karena mereka menggunakan alat komunikasi radio CB untuk kegiatan komunikasi radio antar mereka (masyarakat/penduduk), maka istilah Citizent Band di-Indonesia-kan dan diterima dengan istilah Komunikasi Radio Antar Penduduk ( KRAP ). Sedangkan frekuensinya tetap pada 26,965-27,405 MHz, pada pita frekuensi tersebut panjang gelombang atau lambda-nya adalah 11 (sebelas) meter, oleh karenanya penggemar KRAP masih tetap dikenal sebagai kelompok pecinta 11 ( sebelas ) meteran yang mana keberadaan mereka saat ini masih tetap hingga saat ini. Sedangkan sistem komunikasi radio antar penduduk sesuai dengan fungsinya diperjuangkan untuk dapat dimasukkan ke dalam Sistem Telekomunikasi Nasional.
Dari proses negoisasi antara pihak pemerintah yang diwakili oleh Departemen Perhubungan dan masyarakat pengguna KRAP, pemerintah memutuskan untuk memberikan wadah resmi bagi masyarakat KRAP dalam bentuk organisasi, Sebagai landasan hukum atau ketentuan-ketentuan yang mengatur penyelenggaraan KRAP di Indonesia dituangkan dalam:
SK Menteri Perhubungan RI Nomor SI. 11/HK.501/Phb-80 tanggal 6 Oktober 1980 tentang Perizinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk dengan maksud melindungi kepentingan umum dan kepentingan serta hak memakai komunikasi radio antar penduduk dengan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, di bawah pembinaan teknis dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan RI.
SK Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 25 / Dirjend/80 tanggal 10 Nopember 1980 tentang Didirikannya organisasi RAPI ditandai dengan terbentuknya Pengurus Pusat RADIO ANTAR PENDUDUK INDONESIA yang kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal kelahiran RAPI.
SK Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 22 / Dirjend / 81 tanggal 16 Februari 1981 tentang Persyaratan teknik Komunikasi Radio Antar Penduduk.
Selanjutnya pada tanggal 2 Desember 1980 para aktifis KRAP menyelenggarakan rapat di Jakarta untuk menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. AD-ART RAPI pun mengalami perubahan dan penyempurnaan sesuai tuntutan jaman dan adanya saran pendapat yang berkembang dalam perkembangan organisasi.
Hal tersebut terjadi pada saat Kongres RAPI pertama tanggal 25 Maret 1984, disempurnakan pada Konggres RAPI kedua selaku Munas RAPI ke-II di Cipayung Jawa Barat pada tanggal 29 Nopember 1987; Munas RAPI ke-III di Bandung Jawa Barat tanggal 27 Juni 1993; Munas RAPI ke-IV tangggal 30 Januari 2000 di Denpasar Bali; Munas RAPI ke-V tanggal 22 Mei 2005 di Ciawi, Bogor, Jawa Barat; Munas RAPI ke-VI Tahun 2010 di Balikpapan-Kalimantan Timur dilanjutkan dengan Rakernas/Munaslub tanggal 15-17 Juli 2011 di Sleman-Yogyakarta; dan terakhir Munas RAPI ke-VII di Sentul, Bogor – Jawa Barat tanggal 27-29 Mei 2016 dilanjutkan dengan Rakernas ke-VII di Anyer – Banten dan ditutup dengan Munaslub RAPI tanggal 10-12 November 2018 di Boyolali, Jawa Tengah.
Adalah merupakan suatu anugerah yang tak ternilai karena tanggal 10 November 1980 bertepatan dengan Hari Pahlawan, para Pahlawan patriot bangsa pada saat itu dengan gigihnya berjuang dengan pantang menyerah dalam mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia. Sudah barang tentu sangat diharapkan agar keberadaan organisasi RAPI dalam setiap kegiatan para anggotanya selalu dijiwai oleh semangat ke-Pahlawan-an yang sejati dalam mengabdi serta membela bangsa dan negara.
V. PARA PENDIRI RAPI
Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP) adalah komunikasi radio yang pada awalnya menggunakan band frekwensi 26.968 – 27.405 Mhz yang di negara asalnya Amerika Serikat terkenal dengan nama Citizen Band Radio (CB). Sejak tahun 1958 di AS secara rsmi radio CB telah dilegalisir penggunaannya sebagai alat Komunikasi Radio Antar Penduduk dan sebagai organisasi dengan dikelola oleh Federal Communication Commision ( FCC )yang bertugas mengendalikan dan membina para penggemarnya yang semakin banyak .
Dimulai para era tahun 70-an penggunaan CB mulai merambah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan para penggunanya terus berkembang walaupun penggunaannya masih belum terkendali karena belum ada ketentuan yang mengaturnya.
Kebijakan pemerintah melalui Menteri Perhubungan telah menetapkan SK MENHUB RI No.S1.11 / Hkn 501 / Phb-80 tanggal 6 oktober 1980 tentang Perijinan Penggunaan Radio Antar Penduduk yang pelaksanaannya diatur melalui SK Dirjen Postel No.125 / Dirjen / 1980 yang menetapkan keputusan tentang pendirian dan pengangkatan pengurus Pusat Organisasi Radio Antar Penduduk tertanggal 10 November 1980 . Untuk pelaksanaan keputusan diperlukan suatu organisasi yang bertugas membantu pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP) .
Pada tanggal 31 Oktober 1980 Dirjen Postel menunjuk Tim Formatur dengan surat No.6356 / OT.002 / Disfrek / 80 dengan tugas untuk membentuk organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia yang mempunyai kepentingan Pengelolaan, Pembinaan dan Pengendalian Komunikasi Radio Antar Penduduk.
Tim formatur terdiri dari :
- Brigjen TNI (Purn) Soedarto
- Brigjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya (Kasgar Ibukota)
- Sutikno Buchari (Pengguna KRAP)
- A.Pratomo,Bc.T.T (PT Inti)
- Lukman Arifin, S.H (Pengguna KRAP)
Tim Formatur diberi tugas :
- Menyusun AD / ART organisasi KRAP tingkat Pusat
- Menyusun Pengurus Pusat Organisasi KRAP
Sesuai dengan SK Dirjen Postel No.125/Dirjen/1980 yang menetapkan keputusan tentang pendirian dan pengangkatan pengurus Pusat Organisasi Radio Antar Penduduk pada tanggal 10 November 1980 , maka Tim Formatur menetapkan nama organisasi Komunikasi Radio Antar Penduduk adalan RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia) serta memilih Bapak Eddie Marzuki Nalapraya sebagai Ketua Umum RAPI Call Sign (10 – 28) JZ09AAA sekaligus menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Lahirnya/Terbentuknya Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) .
VI. KRAP dan UU TELEKOMUNIKASI RI
Keberadaan KRAP terhadap Undang-Undang Telekomunikasi Republik Indonesia harus diterima dengan pengertian bahwa : Penyelenggara Telekomunikasi menggunakan spektrum frekuensi yang berada dalam ruang angkasa, ruang angkasa adalah merupakan bagian dari kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. harus juga dimaklumi bahwa dalam UUD 1945 pasal 33 ayat ( 3 ) tertulis : Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan oleh pemerintah.
Dalam pemanfaatan ruang angkasa untuk keperluan telekomunikasi telah diatur supaya mencapai hasil guna yang optimal dalam bentuk Undang-Undang. Telekomunikasiadalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;Jadi kegiatan dan perangkat KRAP adalah kegiatan dan perangkat telekomunikasi.
Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti sangat strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta menunjang pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya.
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang selanjutnya untuk penyelenggara jasa telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada badan penyelenggara. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan Perseorangan, Instansi pemerintah, Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi. ( pasal 8 ayat ( 2 ) UU 36 tahun 1999). Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan meliputi : amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk. ( PP RI No. 52 Tahun 2000 BAB III Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42 ).
Jadi dari uraian tersebut diketahui dengan jelas bahwa keberadaan Komunikasi Radio Antar Penduduk ( KRAP ) diakui secara sah sebagai salah satu bagian dari sistem Telekomunikasi Nasional yang diatur dengan Undang-Undang Telekomunikasi yang berlaku di Indonesia dan keberadaan RAPI sangat relevan dalam era pembangunan sampai pada era reformasi saat ini. Lebih spesifik lagi dalam penggunaan frekuensi, KRAP tidak lagi pada frekuensi 26,965-27,405 MHz namun tidak menutup kemungkinan diberikan pita frekuensi lain sesuai peruntukannya.
Perlu diketahui oleh para penyelenggara telekomunikasi terutama anggota RAPI bahwa Indonesia sebagai anggota Perhimpunan Telekomunikasi Internasional (ITU=International Telecomunication Union), berkewajiban memahami dan mematuhi bahwa penggunaan spektrum frekuensi untuk kegiatan telekomunikasi yang menggunakan gelombang radio terikat pada prinsip yang diakui secara internasional yaitu : Prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai peruntukannya. Dalam BAB X Pasal 27 ayat ( 1 ) UUD 1945 disebutkan : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Untuk maksud tersebut, setiap anggota RAPI dituntut untuk taat terhadap segala peraturan pemerintah yang berlaku, anggota RAPI sebagai warga negara yang baik harus mempunyai rasa tanggungjawab akan masa depan bangsa dan negara Republik Indonesia, oleh karenanya harus turut berpartisipasi aktif dalam mengisi kemerdekaan dan mewujudkan cita-cita nasional melalui kegiatan KRAP.
Setiap anggota RAPI pun harus mengetahui secara persis keberadaan organisasi RAPI baik terhadap Undang-Undang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah, maupun Surat Keputusan Menteri serta Ketentuan-ketentuan dibawahnya yang relevan; jadi tidak ada alasan untuk ragu-ragu dalam berkiprah mengabdi pada Bangsa dan Negara melalui RAPI, dengan selalu berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Organisasi.
VII. PERKEMBANGAN ORGANISASI RAPI
Setelah terbentuknya organisasi RAPI, yang menjadi cita-cita dan harapan didirikannya organisasi RAPI mulai diwujudkan, yaitu: dalam waktu relatif singkat antara tahun 1980 sampai 1984 telah terbentuk kepengurusan RAPI Daerah dari 27 (Dua puluh tujuh) Provinsi yang ada telah terbentuk 26 ( Dua puluh enam ) RAPI Daerah. Sampai saat ini ada 34 (tiga puluh empat) RAPI Provinsi tidak termasuk RAPI Provinsi 17 (tujuh belas) Timor Timur yang telah lepas dari NKRI dan menjadi negara Timor Leste. Pertambahan anggota juga demikian pesat dari semula hanya tercatat pada kisaran 10.000 anggota pada tahun 1984, saat ini sudah bertambah menjadi kurang lebih 40.000 anggota diseluruh Indonesia.
Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk berjalan dan berkesinambungan sehingga keakraban antar anggota RAPI meskipun tersebar diseluruh pelosok tanah air, benar-benar terjalin dengan baik sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan RAPI adalah satu keluarga besar yang harmonis, ini dimungkinkan karena asas dan tujuan yang diamanatkan dalam AD-ART telah berjalan sebagaimana mestinya.
RAPI selalu tampil dan berperan aktif dalam setiap kegiatan pemerintah, baik dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, politik, olahraga, Pramuka, dan penanggulangan bencana alam di tingkat Daerah maupun Nasional, telah tercatat kegiatan-kegiatan yang di antaranya:
- Bantuan Komunikasi PEMILU sejak tahun 1982 sampai tahun 2008.
- Dipercaya oleh Yayasan Pengembangan Suku Asmat untuk membuka isolasi Komunikasi Radio antara Jakarta dengan Lembah Baliem Papua (baca: Irian Jaya ).
- Bantuan Komunikasi Penaggulangan Bencana Alam Meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat, Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Bamalam di Sulawesi Utara, Banjir di berbagai daerah, Gempa dan Tzunami Di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Gempa di Yoyakarta dan Jawa Tengah dan masih banyak lagi yang lain.
- Bantuan Komunikasi kegiatan Jambore Nasional Pramuka, Pengawalan Api PON XI dari Banda Aceh ke Surabaya kemudian ke Jakarta selama 44 (empat puluh empat) hari, Penyelenggaraan PON XI, PON XII, PON XIII dan SEA GAMES XIV tahun 1987.,PON PEPARNAS 2016.
- Bantuan Komunikasi Pemberangkatan dan pemulangan Haji, Pengamanan Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru dari tahun ke tahun tanpa berhenti.
- Selalu terlibat aktif pada event-event Peringatan Hari Besar Nasional ( PHBN ), Peringatan Hari Besar Agama ( PHBA ), Hari Kesetiakawanan Sosial, Kirab Remaja baik tingkat Pusat maupun tingkat Daerah.
- Berpartisipasi aktif dalam Satuan Komunikasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ( SATKOMKAMTIBMAS ) bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia ( POLRI ) ,NATARU .